✔ Panduan Marketing Funnel: Definisi, Tahap, & Cara Menerapkan ke Bisnis

Pernah merasa kesal karena di-PHP konsumen? Bilangnya mau beli lagi, tapi ternyata tidak?

Atau barangkali sedang su’udzon dengan tim sales, karena kontak calon konsumen banyak, tapi closing-nya sedikit?

Tunggu, jangan marah-marah dulu.

Barangkali bukan konsumen yang PHP, atau tim sales yang kurang semangat kerjanya. Tapi karena proses marketing funnel Anda yang kurang rapi.

Halo calon pengusaha sukses! Dalam materi ini, Saungwriter ingin mengajak Anda mempelajari tentang:

☑️ Apa itu marketing funnel dan bagaimana cara kerjanya
☑️ Tahapan marketing funnel dari awal sampai akhir
☑️ Langkah-langkah menerapkan strategi funneling ke bisnis Anda
☑️ Cara mengukur keberhasilan marketing funnel Anda

Pengusaha sukses wajib punya growth mindset, dan salah satu ciri-ciri mindset yang grow adalah suka belajar 😀

Jadi mari mulai belajarnya.

Marketing Funnel, Strategi Anti Melepaskan Konsumen

Note: cerita di bawah ini bisa Anda skip.

Kemarin, saya baru dicurhati salah satu teman pemilik online shop kuliner. Anggap saja namanya “Mawar”.

Nah, si Mawar ini sedang susah karena iklan Facebook Ads pertamanya tidak menghasilkan apa-apa. Budget yang dikeluarkan tidak terlalu banyak, sih. Hanya 3 juta untuk seminggu.

Traffic ke profil Instagram memang meningkat drastis. Klik ke link bio-nya juga bertambah.

Tapi 3 X 24 jam setelah iklan running, leads masuk bisa dihitung jari. Itu pun tanya-tanya saja.

Setelah saya lihat, ternyata Mawar terakhir update konten IG bisnisnya 1 bulan lalu. Linktree bio-nya cuma berisi link-link menuju marketplace. Tidak ada tracking-nya lagi.

Saya pun geleng-geleng kepala. Marketing funnel-nya benar-benar berantakan. Sudah terlanjur keluar budget iklan lagi. Hadeuh… 

Sebenarnya saya tidak biasa memulai materi dengan cerita. Tapi menurut saya, cerita Mawar ini adalah gambaran persis seorang pebisnis yang gagal menerapkan marketing funnel.

Menurut Forbes, marketing funnel – atau singkatnya funneling – adalah strategi pemasaran yang menggambarkan perjalanan konsumen (customer’s journey) dari awal mendengar brand sampai selesai menikmati produk/layanan.

Teknik funnel marketing sudah ada sejak 100+ tahun lalu.

Meski tergolong teori marketing tradisional, sampai saat ini penerapannya masih relevan (walau mengundang pro – kontra, nanti di akhir saya bahas).

Visualisasi paling mewakili funneling adalah bentuk corong, dengan bagian atas paling besar dan makin mengerucut di bawah.

Tahapan Marketing Funnel Saungwriter
Tahapan Marketing Funnel Secara Singkat.

Prinsip utama funneling marketing adalah tidak melepaskan traffic yang sudah masuk ke corong.

Ibaratkan proses menangkap ikan, marketing funnel adalah jala besar penangkap ikan di laut. Sekali terkena jaring, konsumen diharapkan tidak akan pernah keluar lagi dari jangkauan marketing kita.

Akan tetapi, tidak 100% calon konsumen akan bertahan di dalam jaring. Dalam proses funneling, calon konsumen kita akan tereliminasi satu per satu hingga tahap terakhir funnel.

5 Tahapan Marketing Funnel

Marketer punya pendapat berbeda-beda soal jumlah tahapan marketing funnel. Hubspot menyebut marketing funnel ada 3 tahap: awareness, consideration, dan decision.

Single Grain menyebut ada 4, yaitu problem recognition, information search, evaluation of alternatives, dan purchase decision. Sementara itu, Forbes bilang urutan tahap marketing funnel adalah awareness, consideration & intent, decision, dan advocacy.

Tapi saya mau ambil jalan tengahnya, yaitu 5 (yang penting secara garis besar sama, ya kan?).

Menurut Saungwriter, setidaknya ada 5 tahap marketing funnel yang harus Anda pahami baik-baik sebelum eksekusi strategi ini.

Ini urutan tahapnya dari corong teratas sampai terbawah, berikut konten terampuh buat “bermain” di tahap tersebut.

1. Tahap Awareness

Marketing funnel tahap awareness

Tahap awareness adalah pintu masuk pertama dari corong marketing funnel Anda. Di tahap ini, calon konsumen masih berbentuk orang asing, yang mengenal atau setidaknya pernah mendengar brand kita.

Target Anda di tahap awareness adalah menciptakan momen “AHA! Aku kayanya emang butuh produk ini deh!” di dalam benak konsumen.

Serius, ini nggak alay kok. Di tahap awareness ini, Anda wajib mampu meyakinkan “orang asing” kalau mereka membutuhkan produk Anda. Tools-nya apa?

Konten. Yep. Tidak ada hal lain yang bisa Anda manfaatkan guna menggenjot awareness selain konten. Kalau gagal di tahap ini, Anda tidak akan bisa masuk tier corong berikutnya.

Beberapa indikator awareness penting untuk Anda perhatikan adalah:

✔️ Kenaikan jumlah followers media sosial
✔️ Jumlah engagement harian (like, komen, share, save)
✔️ Rasio Cost Per Mile (CPM) iklan FB Ads
✔️ New Users di laporan Google Analytics website

2. Tahap Interest

Setelah konsumen aware dengan kebutuhan mereka ke Anda, mereka perlu digiring masuk ke corong berikutnya, yaitu interest.

Marketing funnel tahap interest

Ini merupakan salah satu tahap paling krusial dalam funneling marketing Anda. Kalau gagal di tahap ini, bisa-bisa Anda bernasib sama seperti rekan saya bernama Mawar tadi.

Tahap interest adalah tahap ketika konsumen yakin membutuhkan kita, dan mulai mengambil action untuk menjangkau kita. Misalnya membuka website untuk kedua kalinya (returning), mengisi form pembelian/hubungi kami, dan bertanya via DM media sosial atau nomor CS.

Target Anda di tahap interest ada 2, yaitu:

✔️ Mendapat data jejak journey konsumen dari tahap awareness (awareness navigating)
✔️ Memberi konsumen info yang mereka butuhkan (market education)
✔️ Mendapatkan kontak mereka (leads generation)

Di tahap interest, yang Anda butuhkan bukan lagi content creator, tapi copywriter, data analyst, dan customer service.

Indikator penting di tahap interest adalah:

✔️ Jumlah Returning Visitors website di Google Analytics
✔️ Rasio Cost Per Revenue (CPR) di iklan FB Ads
✔️ Jumlah daily leads yang masuk dari semua channel
✔️ Perbandingan jumlah traffic dan leads per periode waktu yang sama

3. Tahap Consideration & Intent

Di beberapa materi marketing funnel lainnya, tahap consideration & intent ini dibagi 2. Tapi karena menurut saya keduanya berhubungan sangat erat, lebih baik saya gabungkan saja bahasannya.

Tahap consideration & intent adalah tahap ketika konsumen sudah merasa tertarik ke kita, tapi mereka minta lebih diyakinkan lagi agar mau beli produk.
Marketing funnel tahap consideration

Biasanya di tahap ini, konsumen bakal membuka website berkali-kali, interaksi di medsos berulang-ulang, banyak tanya ke CS, atau ketiganya sekaligus.

Intent adalah niat konsumen membeli suatu produk, sekaligus latar belakang yang menyertainya. Sedangkan consideration adalah proses konsumen memilih satu produk terbaik di antara produk-produk lainnya.

Oleh karena itu, kemampuan teknikal pelayanan konsumen di sini sangat dibutuhkan. Selain memberikan service terbaik, Anda juga perlu memahami intent konsumen dan memastikan kita masuk ke consideration mereka.

Selain pelayanan terbaik, hal lain yang perlu Anda lakukan di tahap consideration & intent adalah:

✔️ Menyusun strategi pemicu purchase (diskon berbatas waktu, special promo, dll)
✔️ Menyiapkan konten pembanding (keunggulan produk kita vs produk lain)
✔️ Aktivasi leads secara berkala

Tahap consideration & intent hanya bisa dikatakan berakhir jika konsumen melakukan keputusan beli (buying decision).

4. Tahap Purchase

Marketing funnel tahap purchase

Tahap purchase adalah tahap ketika konsumen sudah melakukan pembayaran produk, baik secara cicil maupun lunas. Kalau sudah daftar tapi belum bayar, saya sarankan Anda tidak memasukkan konsumen tersebut ke tahap ini.

Satu-satunya tugas Anda di sini adalah: pastikan produk Anda sesuai ekspektasi konsumen, bahkan kalau perlu, MELAMPAUI.

Sudah itu saja.

(NB: Tapi tahap purchase ini sangat susah dicapai hehehe…)

5. Tahap Retention & Advocacy

Tahap terakhir marketing funneling adalah tahap retention & advocacy, yang kalau dirangkum jadi “customer loyalty”. Sebelum membahas ini, saya ingin menunjukkan Consumer’s Decision Cycle dari McKinsey dulu:

Siklus di atas adalah siklus buyer’s journey paling baru yang ditemukan praktisi marketing. Menurut siklus itu, setelah mencapai Moment of Purchase (MoP), ada dua hal yang mungkin dilakukan konsumen, yaitu:

✔️ Memberikan exposure berupa rekomendasi, testimoni, dll (post-purchase experience)
✔️ Mengulang pembelian  (loyalty loop)

Tapi agar konsumen melakukan 2 hal tersebut, Anda tidak bisa tinggal diam. Harus ada “trigger” yang Anda berikan pada konsumen supaya melakukan retention/advocacy ke Anda.

Soal retention, ada dua jenis strategi nih yang bisa Anda coba, yaitu: Up Selling & Cross Selling.

Marketing funnel tahap retention advocacy

7 Langkah Menerapkan Strategi Funneling

Setiap marketer punya cara berbeda-beda dalam menerapkan strategi funneling, tergantung pemahaman terhadap konsumen mereka sendiri.

Tapi langkah-langkah di bawah ini sudah saya susun seringkas dan seefisien mungkin. Selain itu, langkah-langkah di bawah ini juga murni teknikal. Di beberapa bagian juga saya pasangi contoh, agar lebih mudah diterapkan.

Jadi setelah panduan ini selesai Anda baca, harapannya bisa langsung eksekusi ya.

1. Mempersiapkan Konten Awareness

Kita mulai dari konten awareness dulu. Di langkah pertama ini, Anda harus sudah menyelesaikan persiapan bisnis dulu (simak: Cara Mulai Bisnis Dari Nol: Strategi Sukses 2021).

Setelah tahu target pasar, buyer’s persona, mengumpulkan sumber daya, dan memahami tren, Anda bisa mulai membuat konten berdasarkan data tersebut.

Percayalah, ada banyak konten awareness ratusan juta GAGAL cuma gara-gara pembuatannya tidak pakai data.

Beberapa contoh konten untuk dibuat awareness misalnya:

  • Copywriting untuk landing page website
  • Artikel SEO yang masuk halaman #1 Google
  • Konten harian Instagram, Facebook, Tiktok, Youtube, Twitter, dll sesuai medsos yang Anda pakai.
  • Headline yang bagus di setiap konten
  • Konten iklan (bisa full hard-selling dan soft-selling). Sebaiknya berbentuk video 15 detik – 1 menit, karena menurut Wyzowl, 84% pembeli melakukan purchase setelah menonton iklan, dan 69%-nya bilang iklannya berdurasi pendek.

2. Menata Alur Kedatangan Traffic & Track Data

Sambil produksi konten awareness, mulailah menyiapkan gerbang-gerbang penerima traffic Anda. Ada beberapa gerbang ampuh yang bisa Anda buat sekaligus, yaitu:

  • Landing page website
  • Profil media sosial (sesuaikan dengan usia target pasar)
  • Link khusus leads (misalnya: link BIO)
  • Marketplace
  • Link Whatsapp CS

Selain menyiapkan gerbang-gerbang penerima traffic, Anda juga perlu menyiapkan tracking data-nya.

Track data penting untuk memperkaya data tentang konsumen Anda, karena tidak semua produk punya jalur traffic sama. Ada produk laris manis di Facebook tapi ternyata tidak laku di Instagram, dan masih banyak lagi.

Tools track data saya jenisnya saya bagi jadi 3, yaitu: 1) tools analisa, 2) tools penaruh jejak, dan 3) tools visualisasi data.

Tools analisa adalah tools untuk menganalisa kinerja gerbang traffic secara menyeluruh, misalnya Google Analytics, dashboard FB Ads, dan Instagram Insight.

Tools penaruh jejak (tracker) adalah tools untuk menghubungkan gerbang traffic dan tools analisa, misalnya UTM Builder, Facebook Pixel, Console Code, subdomain khusus, dan Hotjar Code.

Favorit saya so far adalah UTM builder, karena link-nya bisa ditaruh di mana saja, contohnya seperti ini:

hxxps://saungwriter.com/?utm_source=instagram&utm_medium=swipeup&utm_campaign=promo2021

Saat dikunjungi, link ini akan sama persis saat Anda berkunjung ke https://saungwriter.com/ langsung. Tapi bedanya, di akun Analytics kami, akan muncul keterangan kalau traffic datang dari konten promo 2021 di fitur swipe up-nya Instagram.

Tools ketiga adalah tools visualisasi data. Hampir semua tools analisa sekarang sudah punya tools visualisasi, misalnya Google Analytics dan Data Studio/Search Console. Tapi menurut saya, tool visualisasi termudah tetaplah Microsoft Excel/Google Sheets.

3. Mempersiapkan Tim Penerima Leads

Tim penerima leads di sini bisa Customer Service atau Deal Maker. Intinya kalau bisa, pihak-pihak penerima leads adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab sekaligus untuk closing. Biar konsumen tidak dilempar ke sana – ke mari.

Setelah diterima, leads bisa dibagi menjadi 3, yaitu:

✔️ Cold leads:
Tanya tidak relevan, salah pencet, tidak niat beli, tidak ada interaksi sama sekali dengan penerima leads, tidak punya intent & consideration yang kuat.

✔️ Warm leads:
Tanya tapi punya halangan besar/masih ragu, beberapa kali interaksi (terutama jika ada promo), intent sudah jelas tapi proses consideration-nya belum selesai.

✔️ Hot leads:
Sering tanya, sudah tahu keunggulan produk, hampir selalu interaksi, intent jelas, dan tahap consideration mendekati akhir.

Agar mudah membedakan tiap leads, Anda bisa pakai fitur color tag di Whatsapp Business. Diskusikan dengan tim Anda definisi setiap leads yang masuk, dan mana yang bisa diprospek, sebutan kerennya Marketing Qualified Leads (MQL).

Selain memahami jenis leads, ada beberapa karakteristik penerima leads yang menurut saya wajib Anda pertimbangkan sebelum recruitment, antara lain:

✔️ Sabar tapi agresif, target-oriented
✔️ Tanggap dan telaten
✔️ Gerak cepat (Leads dilayani dalam 5 menit 9X lebih potensi purchase, dari Inside Sales)
✔️ Paham product knowledge dan esensinya
✔️ Bahasanya informal, tidak kaku
✔️ Menguasai ilmu copywriting
✔️ Punya skill problem-solving

4. Menyediakan Konten Pemicu Purchase

Bukan hanya awareness saja yang butuh konten. Anda juga membutuhkan konten pemicu purchase, yang bisa menaikkan level leads Anda dari cold jadi warm, dari warm jadi hot, dan dari hot jadi purchase.

Konten pemicu purchase bisa berbentuk video, desain, atau copywriting. Sebisa mungkin, buat konten pemicu purchase dengan maksimal 300 kata. 

Di bawah ini, ada contoh konten pemicu purchase yang bisa Anda tiru.

contoh konten follow up
KATA SIAPA JUALAN DI MARKETPLACE ITU SUSAH?

Tahukah Anda, selama pandemi penjualan di Shopee, Tokopedia, dan marketplace lainnya naik sampai 150%?

Di Shopee saja, telah terjadi 260.000.000 kali purchase selama 4 bulan terakhir lho!

Jadi...siapa yang salah kalau marketplace Anda sepi?
Siapa yang keliru kalau profit Anda nggak naik-naik selama pandemi?

Tenang, gan. Nggak ada yang salah kok.

❌Mungkin foto produknya emang kurang menarik?
❌Keyword-keyword mantapnya nggak dipake?
❌Atau COPYWRITING-nya yang kurang MAKNYUS?

Kalau yang kurang perform COPYWRITING-nya sih, mau diganti gambar sebagus dan keyword sebanyak apapun, jualan agan tetap akan segini-segini aja.

SOLUSINYA GIMANA?

Tenang, khusus edisi #PPKM bulan Juli 2021, Saungwriter buka promo besar-besaran!

Cukup dengan 60K aja, agan udah bisa dapat copywriting 300 kata keren buat deskripsi produk, dan mantapnya lagi, copywriting-nya bisa dipake SELAMANYA.

Soal kualitas, Saungwriter nggak pernah main-main, copywriting agan akan:

✔️Ditulis copywriter-copywriter jago (pengalaman > 2 tahun di bidangnya)
✔️Diriset sesuai niche dan target market produk
✔️Disesuaikan dengan gaya bahasa market

Kurang puas? Tenang, nanti agan juga bisa konsul sama Saungwriter soal copywriting sesuai produk-produk agan kok.

Gimana? Tertarik? Kalo yes, balas pesan ini SECEPATNYA YA...
Promonya cuma sampe 31 JULI 2021 aja, abis itu harganya balik normal...

5. Mempersiapkan Tim Penerima Komplain (dan Juga Testimoni)

Sebenarnya sebelum mencapai tahap ini, ada tahap closing dan pelayanan. Tapi karena dua bahasan itu sudah saya singgung di bab tahap-tahap marketing funneling, di sini saya lewati saja ya.

Kita langsung masuk ke tahap awal bagian retention & advocacy, yaitu tahap menerima komplain dan testimoni.

Dari sekian banyak produk fisik dan jasa yang saya pakai sampai detik ini, ada sedikit sekali yang memiliki sistem penerimaan komplain dan testimoni mapan.

Padahal marketing zaman sekarang bergantung pada word of mouth, pengalaman dari konsumen langsung.

Berdasarkan riset BigCommerce, 92% calon konsumen zaman sekarang membaca review dulu sebelum membeli produk/jasa. Minimal jumlah review yang dibaca sebelum membeli adalah 10 (OptinMonster). Makin muda usia pembeli, makin banyak pula jumlah review yang mereka baca (RetailTouchPoints).

Jika ingin menjadi pengusaha handal, perjuangan Anda untuk konsumen tidak boleh berhenti di tahap closing.

Lebih jauh lagi, bangun terus engagement dengan konsumen pasca purchase. Beri perhatian lebih pada mereka. Tanyakan kekurangan-kekurangan produk Anda, dan minta feedback supaya produk bisa lebih berkembang lagi sesuai keinginan mereka.

Kalau konsumen tampak antusias, minta testimoni. Jadikan konsumen tersebut role model dan pamerkan “keakraban” Anda dengannya di depan calon konsumen lain.

Terdengar bertele-tele? Terserah Anda mau mencobanya atau tidak. Yang jelas saya sudah mencoba, dan sudah tahu gimana rasanya punya konsumen bucin.

Bahkan mereka mau mewakili saya promosi produk tanpa diminta, tanpa imbalan 😉❤️

6. Memberi Service Pasca Purchase

Selain membangun engagement, Anda juga bisa memberi treatment spesial pada loyalis-loyalis produk. Kalau menurut Marketing Flywheel, ini dinamakan proses “delight”.

Sebagai contoh, Anda menjual kursus digital marketing. Konsumen Anda bernama Arifin baru saja menyelesaikan kursus, dan sekarang sudah 2 minggu sejak terakhir kali dia login.

Apa yang harus Anda lakukan supaya dia mau engage lagi dengan produk? Bahkan mau beli kursus lainnya lagi?

Coba kirimi dia e-mail, isinya hadiah. Bukan kupon diskon atau ebook gratis, tapi benar-benar hadiah.

Anda mungkin bisa memberinya akses gratis ke kursus baru di platform Anda selama 30 hari ke depan. Kalau modalnya cukup, Anda bahkan bisa mengiriminya hadiah kejutan langsung ke depan rumahnya. 

Manusia itu suka hubungan, dan tujuan Anda adalah membuat konsumen tetap terhubung. Tawaran semanis apapun tapi ujung-ujungnya sales akan kalah dengan ketulusan membangun keakraban.

7. Melakukan Cross-Selling dan Up-Selling

Langkah terakhir menerapkan strategi marketing funnel adalah dengan melakukan cross-selling dan up-selling. Dua hal ini akan Saungwriter terangkan di materi selanjutnya.

Untuk saat ini, silakan memahami konsep cross-selling dan up-selling melalui gambar berikut.

perbedaan cross selling dan upselling

Cara Mengukur Keberhasilan Marketing Funnel

Di penghujung artikel ini, saya berani bilang kalau tanpa pengukuran, penerapan marketing funnel tidak ada gunanya. Oleh karena itu, sebelum menerapkan strategi ini, sebaiknya Anda juga menyiapkan standar closing sendiri.

Sebagai latihan, coba jawab pertanyaan ini:

Funnel A memperoleh traffic 15,000 orang di tahap interest. Begitu sampai di tahap purchase, jumlah konsumen Anda adalah 150 orang (perbandingan 1:100). Sementara itu, funnel B punya traffic 10,000, dengan konsumen 500 orang (perbandingan 1:20).

Dari angka di atas, sudah jelas mana funnel dengan conversion lebih baik, yaitu funnel B. Anda bisa melakukan perhitungan seperti ini tiap minggu/bulan, dengan perbandingan traffic/closing dilakukan per periode sebelumnya.

Contoh lain:

Kursus mobil Pak Aman berhasil mendapat 500 murid dengan leads sejumlah 10,000 per April 2021. Pada bulan Mei, muridnya naik jadi 750 orang, dengan leads 25,000.

Kalau dihitung, begini conversion kursus Pak Aman di dua bulan terakhir:

April 2021    = (500/10000) X 100%  = 5%
Mei 2021      = (750/25000) X 100%  = 3% (📉 turun 2% dari periode sebelumnya)

Meski jumlah murid bulan Mei naik 50%, tapi conversion rate bulan April jauh lebih bagus.

Jadi, dapat disimpulkan kalau dari segi conversion, performa marketing Pak Aman bulan April lebih baik daripada bulan Mei. 

Gitu kira-kira gampangnya.

Tapi tentunya tidak segampang itu Mbak/Mas. 😄

Di bisnis sebenarnya, ada hal-hal lain lebih rumit yang perlu dipertimbangkan guna mengukur performa marketing funnel. Misalnya biaya ads, penambahan customer service, strategi diskon, sampai Cost Per Acquisition (CPA).

Kalau misalnya Pak Aman cari leads pakai paid traffic, dan biaya marketing bulan Mei ternyata sama dengan bulan sebelumnya, maka Pak Aman untung di bulan Mei, meski conversion rate turun dari 5% jadi 3%.

Jadi kesimpulannya, cara mengukur keberhasilan marketing funnel Anda adalah dengan menjaga efektivitas biaya marketing dan closing.

Bagian paling banyak menghabiskan modal biasanya bagian funnel paling atas, yaitu branding. Makanya biar tidak boncos, siapkan tracking data yang canggih. Pasang jaring leads di mana-mana. Tidak langsung closing tidak masalah, yang penting kontaknya dimenangkan dulu. Sisanya, biar konten pemicu purchase dan dealer/CS yang bekerja.

Heh, akhirnya selesai juga panduan marketing funnel yang panjang ini (saya juga tidak menyangka akan sebegini panjang 😄😄😄).

Tapi semoga semua yang telah Saungwriter tulis di atas bisa membantu Anda memenangkan lebih banyak traffic, melakukan lebih banyak closing, dan tentunya membangun marketing funnel dengan lebih baik.

Salam sukses. Selamat mencoba!

Terimakasih sudah membaca konten kami

Saungwriter adalah agency jasa penulisan artikel untuk konten website sekaligus menyediakan layanan SEO expert untuk pengembangan bisnis di dunia Digital. Hubungi kami untuk konsultasi layanan di 0813-3283-8649

Artikel Lainnya