Pertanyaan tentang apakah content writer akan tergantikan AI writing kembali mengemuka setelah rilisnya Chat GPT dari OpenAI.
Pasalnya, tak hanya mampu menyusun kalimat dengan logis sesuai pertanyaan pengguna, hasil tulisannya juga terdeteksi 100% bebas plagiat.
Lantas, apakah AI writing akan menggantikan content writer?
Berdasarkan analisis seobjektif mungkin, AI writing belum akan menggantikan content writer. Setidaknya ada 9 alasan berikut.
Daftar Isi Artikel
ToggleTerbatas Memahami Konotasi Bahasa
Content writing AI memang dapat memproses bahasa dengan cepat dan akurat, tapi untuk menangkap makna dan memahami konotasi bahasa, masih terbatas.
Contohnya, ketika ditanya mengenai peribahasa, seringkali akan menampilkan kesalahan, seperti ini.
Meski demikian, AI tidak mengalami kesulitan untuk bahasa yang menggunakan makna denotatif. Jadi, kecuali Anda menulis tentang sastra, sepertinya tidak akan ada masalah.
Belum Bisa Memasukkan Unsur Emosi
Orang senang mungkin berteriak, “Yeay!”
Orang kesal mungkin akan memaki, “Bajingan!”
Bahasa-bahasa yang mengungkapkan emosi seperti itu belum bisa digunakan oleh AI writing generator. Rasanya persis seperti bercakap-cakap dengan robot. Ini berbeda dengan manusia yang mampu mengungkapkan emosinya.
Content writer mungkin perlu memasukkan unsur emosi ini dalam kondisi tertentu di tulisannya. Contoh saat menggunakan gaya bahasa informal. Dalam kondisi tersebut, AI tidak bisa berperan.
Tidak Bisa Menggunakan Gaya Bahasa
Penulis konten sering harus menggunakan gaya bahasa tertentu untuk berkomunikasi dan membangun kedekatan dengan audiens. Gaya bahasa ketika menulis untuk anak remaja, ibu-ibu muda, atau profesional di dunia kerja tentu berbeda.
AI writing tools tidak bisa menggunakan gaya bahasa sesuai audiens seperti itu. Semua gaya bahasanya formal. Walaupun ke depannya bisa saja hal ini terjadi, tapi sepertinya tidak dalam waktu dekat.
Tidak Selalu Menampilkan Informasi yang Akurat
AI writing software membangun argumennya berdasarkan input data yang masuk ke dalam database. Artinya, informasinya terbatas hanya sesuai dengan database.
Jika informasi tersebut belum ada dalam basis datanya, AI mungkin akan menampilkan potongan-potongan informasi yang justru tidak akurat.
Contoh, sejak kapan peristiwa Rengasdengklok terjadi pada 1825? Malah membuat sejarah palsu.
Contoh lain, apa hubungannya beban kehidupan dengan struktur bangunan? 🙂
Yang paling parah adalah jika berhubungan dengan teks kitab suci. AI writing bot bisa saja mengacak dan mencampur ayat sehingga membuat ayat baru.
Jadi, meski susunan katanya logis dan sistematis, informasi yang ditampilkan belum tentu akurat.
Tidak Mampu Menangkap Tren dan Perkembangan Terkini
Sekali lagi keterbatasan basis data membuat AI writing assistant tidak mampu menangkap tren dan perkembangan terkini, apalagi untuk memprediksi tren masa depan.
OpenAI sendiri memberikan disclaimer keterbatasan berupa kejadian maksimal di tahun 2021.
Jika dipaksakan, AI akan memberikan jawaban berupa ketidaksanggupan dan menawarkan topik yang lain.
Tidak Mampu Berpikir Kreatif dan Inovatif
Content writer kreatif seharusnya tidak perlu merasa tersaingi karena AI writing tidak mampu untuk mengembangkan ide kreatif dan inovatif pada tulisannya.
Untuk membuat alur cerita yang simpel memang masih bisa.
Tapi, untuk membangun alur yang rumit dengan penokohan yang kuat, Anda masih harus mengandalkan kreativitas pikiran sendiri.
Tidak Mampu Melakukan Optimasi SEO On Page
AI writing mampu membuat artikel dengan susunan yang logis dan sistematis. Namun, mesin ini tidak mampu melakukan optimasi SEO on page secara otomatis.
Anda tetap harus perlu melakukan optimasi sendiri. Mulai dari menentukan format, angle, menambahkan keyword, membuat sub-heading, LSI, dan elemen lainnya.
Minim E-A-T
Artikel dari AI akan terasa standar tanpa adanya sentuhan manusia. Tak ada analisis mendalam, tak ada unjuk kepakaran, sehingga membuatnya minim Expertise, Authoritativeness, dan Trustworthiness.
Padahal, Google menerapkan E-A-T dalam setiap pencarian dari kueri yang ada. [1]
Hal ini menyebabkan konten Anda cenderung masuk dalam apa yang Google kategorikan sebagai “thin content” alias konten miskin.
AI Writing Menyalahi Guidelines Google
Google dengan jelas menegaskan bahwa konten yang dibuat oleh kecerdasan buatan (AI generated content) menyalahi guidelines mereka.
Update terbaru Google Helpful Content bertujuan “membantu orang-orang melihat lebih banyak konten yang orisinil, konten bermanfaat yang ditulis dari orang, oleh orang di hasil pencarian.”
Dengan demikian, konten hasil AI tanpa sentuhan manusia sama sekali rawan untuk mengalami devaluing, sehingga menjadi unhelpful content.
Berdasarkan ulasan di atas, pro kontra tentang content writer vs AI writing seharusnya tak perlu ada. Malahan, content writer dapat menggunakan mesin kecerdasan buatan ini untuk lebih produktif dalam berkarya.
Bahkan, Anda dapat melakukan editing sehingga kalimat dalam konten Anda jadi lebih efektif dengan menggunakan AI.
Menulis memang jadi lebih mudah dengan AI Writing Machine. Namun, manusia tetap jadi aktor utama dengan pikiran kreatifnya. Dengan demikian, AI seharusnya menjadi asisten, bukan solusi pembuatan konten.